NTB Apply Eco-Green / NTB Terapkan Eco-Green / Cv. Albabianca Abadi
(English/Indonesia)
NTB province has a very beautiful natural potential, ranging from mountain peaks, hills to the seabed that hold great opportunities for tourism sector development. With this will be a magnet for investors to explore the natural beauty of NTB into an attractive destination and develop a variety of modern facilities that are less environmentally friendly.
In anticipation of this the Governor designs an eco-green based development policy, that is the concept of environmentally friendly development and conservation-based tourism. The concept of eco-green based regional development is the long-term agenda of the NTB provincial government. Governments' policies and regulations have been developed to support the development agenda.
Last March, the Governor of NTB and a number of SKPD heads paid a visit to South Korea to exchange information related to eco-green or eco-tourism. There, the Governor held productive meetings with various parties to discuss opportunities for environmentally friendly development.
Because the world has recognized that South Korea, especially Jeju City is a country that has been successful in the field of environmentally friendly development. The country has experience and strategic concepts in the field of conservation-based development. This is considered a step forward for building a green environment-based NTB earth.
Following up on the meeting in South Korea, the Governor of NTB received a South Korean Team report, related to some of the team's visits in several NTB tourist spots. The team consisting of Kim Nam Hong and Mulyo a few days earlier had visited Gili Trawangan and KEK Mandalika to take a closer look at the opportunities and challenges of implementing electrical vehicles in both tourist destinations. At that time, the Governor of NTB asked the team to explain the various steps to develop the eco-tourism in NTB, especially in Gili Trawangan.
Because the world has recognized that South Korea, especially Jeju City is a country that has been successful in the field of environmentally friendly development. The country has experience and strategic concepts in the field of conservation-based development. This is considered a step forward for building a green environment-based NTB earth.
Following up on the meeting in South Korea, the Governor of NTB received a South Korean Team report, related to some of the team's visits in several NTB tourist spots. The team consisting of Kim Nam Hong and Mulyo a few days earlier had visited Gili Trawangan and KEK Mandalika to take a closer look at the opportunities and challenges of implementing electrical vehicles in both tourist destinations. At that time, the Governor of NTB asked the team to explain the various steps to develop the eco-tourism in NTB, especially in Gili Trawangan.
According to the Governor of NTB as a sister city with Jeju, eco-tourism development is not as difficult as other areas whose territory is quite outside. From the team the Governor gets a report, the important thing that becomes a priority to be immediately handled is waste management in Gili Trawangan.
Although garbage in the tourist destinations of the world is not visible, but it should be anticipated by the application of technology that is capable of waste management. According to Kim Nam Hong, Garbage can be made simple project only. The trash can be eaten by the larvae. The larva itself can be for livestock, such as poultry, fish and composting.
Application of the technology has been successfully done in Sumedang. In the area described, although with a small location, they can process two tons of trash a day, which is 30 percent organic and 70 percent burned.
In relation to that, the governor achieves a number of criteria in Gili Trawangan such as, the location is small, there should be no noise that destroys the tourist calm, no air and smelly pollution, and waste handling must be finished, no longer dumped in the area. The team ensures that the waste management will not cause odor pollution, it will even have other positive effects such as livestock, fishery and other potentials.
Although garbage in the tourist destinations of the world is not visible, but it should be anticipated by the application of technology that is capable of waste management. According to Kim Nam Hong, Garbage can be made simple project only. The trash can be eaten by the larvae. The larva itself can be for livestock, such as poultry, fish and composting.
Application of the technology has been successfully done in Sumedang. In the area described, although with a small location, they can process two tons of trash a day, which is 30 percent organic and 70 percent burned.
In relation to that, the governor achieves a number of criteria in Gili Trawangan such as, the location is small, there should be no noise that destroys the tourist calm, no air and smelly pollution, and waste handling must be finished, no longer dumped in the area. The team ensures that the waste management will not cause odor pollution, it will even have other positive effects such as livestock, fishery and other potentials.
For Indonesia (business investment / asset management / account opening / immigration, etc) we receive various consultations. Linking Japan and Indonesia, full support from consulting firms.
Cv. Albabianca Abadi
_________________________________________________________________________________
Provinsi NTB mempunyai potensi alam yang sangat indah, mulai dari puncak gunung, bukit hingga dasar laut yang menyimpan peluang besar bagi pengembangan sektor wisata. Dengan ini akan menjadi magnet bagi investor untuk mengeksplorasi keindahan alam NTB menjadi destinasi yang menarik dan membangunan berbagai fasilitas modern yang kurang ramah lingkungan.
Mengantisipasi hal tersebut Gubernur merancang suatu kebijakan pembangunan berbasis eco-green, yaitu konsep pembangunan yang ramah lingkungan dan wisata yang berbasis konservasi. Konsep pembangunan daerah berbasis eco-green merupakan agenda jangka panjang pemerintah provinsi NTB. Berbagai kebijakan dan peraturan gubernur telah dibuat untuk mendukung agenda pembangunan tersebut.
Bulan Maret lalu, Gubernur NTB beserta sejumlah kepala SKPD terkait melawat ke Korea Selatan untuk menukar informasi terkait eco-green atau eco-tourism. Di sana, Gubernur mengadakan pertemuan produktif dengan berbagai pihak untuk membahas peluang pembangunan berbasis ramah lingkungan.
Sebab dunia telah mengakui bahwa Korea Selatan, khususnya Kota Jeju merupakan negara yang telah sukses dibidang pembangunan ramah lingkungan. Negara itu memiliki pengalaman dan konsep-konsep yang strategis dibidang pembangunan berbasis konservasi. Hal ini dianggap langkah maju untuk membangun bumi NTB yang berbasis lingkungan hijau.
Menindaklanjuti pertemuan di Korea Selatan tersebut, Gubernur NTB menerima laporan Tim Korea Selatan, terkait beberapa hasil kunjungan tim tersebut di beberapa spot wisata NTB. Tim yang terdiri dari Kim Nam Hong dan Mulyo tersebut beberapa hari sebelumnya telah mengunjungi Gili Trawangan dan KEK Mandalika untuk melihat lebih dekat peluang dan tantangan penerapan electrical vehicles di kedua destinasi wisata tersebut. Saat itu, Gubernur NTB meminta tim tersebut untuk menjelaskan berbagai langkah untuk mengembangkan eco-tourism tersebut di NTB, khususnya di Gili Trawangan.
Menurut Gubernur NTB sebagai sister city dengan Jeju, pengembangan eco-tourism tidak sesulit daerah lain yang wilayahnya cukup luar. Dari tim tersebut Gubernur mendapat laporan, hal penting yang menjadi prioritas untuk segera di tangani adalah pengelolaan sampah di Gili Trawangan.
Meskipun sampah di destinasi wisata dunia itu tidak terlihat, namun perlu diantisipasi dengan penerapan teknologi pengelolaan sampah yang mumpuni. Menurut Kim Nam Hong, Sampah bisa dibuat proyek yang sederhana saja. Sampah itu bisa dimakan oleh larvanya. Larvanya itu sendiri bisa untuk ternak, seperti unggas, ikan dan dikomposing.
Penerapan teknologi tersebut sudah berhasil dilakukan di Sumedang. Di daerah itu dijelaskan, meskipun dengan lokasi yang kecil, mereka dapat mengolah sampah sebanyak dua ton sehari, yang 30 persen organik dan 70 persen dibakar.
Terkait itu, gubernur menanggapai sejumlah kriteria yang ada di Gili Trawangan seperti, lokasinya kecil, tidak boleh ada kebisingan yang merusak ketenangan wisatawan, tidak ada polusi udara dan bau, dan penanganan sampah harus selesai, tidak lagi ditimbun di daerah tersebut. Tim tersebut menjamin pengelolaan sampah tersebut tidak akan menimbulkan polusi bau, bahkan akan menimbulkan efek positif lain seperti peternakan, perikanan dan potensi lainnya.
Untuk Indonesia (investasi bisnis / aset managemen / pembukaan rekening / imigrasi, dll) kami menerima berbagai konsultasi. Menghubungkan Jepang dan Indonesia, dukungan penuh dari perusahaan konsultan.
Mengantisipasi hal tersebut Gubernur merancang suatu kebijakan pembangunan berbasis eco-green, yaitu konsep pembangunan yang ramah lingkungan dan wisata yang berbasis konservasi. Konsep pembangunan daerah berbasis eco-green merupakan agenda jangka panjang pemerintah provinsi NTB. Berbagai kebijakan dan peraturan gubernur telah dibuat untuk mendukung agenda pembangunan tersebut.
Bulan Maret lalu, Gubernur NTB beserta sejumlah kepala SKPD terkait melawat ke Korea Selatan untuk menukar informasi terkait eco-green atau eco-tourism. Di sana, Gubernur mengadakan pertemuan produktif dengan berbagai pihak untuk membahas peluang pembangunan berbasis ramah lingkungan.
Sebab dunia telah mengakui bahwa Korea Selatan, khususnya Kota Jeju merupakan negara yang telah sukses dibidang pembangunan ramah lingkungan. Negara itu memiliki pengalaman dan konsep-konsep yang strategis dibidang pembangunan berbasis konservasi. Hal ini dianggap langkah maju untuk membangun bumi NTB yang berbasis lingkungan hijau.
Menindaklanjuti pertemuan di Korea Selatan tersebut, Gubernur NTB menerima laporan Tim Korea Selatan, terkait beberapa hasil kunjungan tim tersebut di beberapa spot wisata NTB. Tim yang terdiri dari Kim Nam Hong dan Mulyo tersebut beberapa hari sebelumnya telah mengunjungi Gili Trawangan dan KEK Mandalika untuk melihat lebih dekat peluang dan tantangan penerapan electrical vehicles di kedua destinasi wisata tersebut. Saat itu, Gubernur NTB meminta tim tersebut untuk menjelaskan berbagai langkah untuk mengembangkan eco-tourism tersebut di NTB, khususnya di Gili Trawangan.
Menurut Gubernur NTB sebagai sister city dengan Jeju, pengembangan eco-tourism tidak sesulit daerah lain yang wilayahnya cukup luar. Dari tim tersebut Gubernur mendapat laporan, hal penting yang menjadi prioritas untuk segera di tangani adalah pengelolaan sampah di Gili Trawangan.
Meskipun sampah di destinasi wisata dunia itu tidak terlihat, namun perlu diantisipasi dengan penerapan teknologi pengelolaan sampah yang mumpuni. Menurut Kim Nam Hong, Sampah bisa dibuat proyek yang sederhana saja. Sampah itu bisa dimakan oleh larvanya. Larvanya itu sendiri bisa untuk ternak, seperti unggas, ikan dan dikomposing.
Penerapan teknologi tersebut sudah berhasil dilakukan di Sumedang. Di daerah itu dijelaskan, meskipun dengan lokasi yang kecil, mereka dapat mengolah sampah sebanyak dua ton sehari, yang 30 persen organik dan 70 persen dibakar.
Terkait itu, gubernur menanggapai sejumlah kriteria yang ada di Gili Trawangan seperti, lokasinya kecil, tidak boleh ada kebisingan yang merusak ketenangan wisatawan, tidak ada polusi udara dan bau, dan penanganan sampah harus selesai, tidak lagi ditimbun di daerah tersebut. Tim tersebut menjamin pengelolaan sampah tersebut tidak akan menimbulkan polusi bau, bahkan akan menimbulkan efek positif lain seperti peternakan, perikanan dan potensi lainnya.
Untuk Indonesia (investasi bisnis / aset managemen / pembukaan rekening / imigrasi, dll) kami menerima berbagai konsultasi. Menghubungkan Jepang dan Indonesia, dukungan penuh dari perusahaan konsultan.
Cv. Albabianca Abadi
Comments
Post a Comment